1.
Bentuk Pelanggaran Hak Warga Negara Yang termasuk
pelanggaran hak warga negara menurut UU yaitu:
a.
Penangkapan dan penahanan seseorangdemi menjaga stabilitas, tanpa
berdasarkan hukum yang ada
b.
Pengeterapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang
dianggap ekstrim yang dinilai oleh
pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan kelangsungan
pembangunan
c.
Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUP, khususnyaterhadap
pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan dalih
mengganggu stabilitas keamanan.
d.
Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas terhadap pemerintah, karena
takut dicurigai sebagai oknum
pengganggu stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman
demikian ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
e.
Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat,
karena dikhawatirkan akan
menjadi oposan terhadap pemerintah
Penyelewengan kewajiban :
a.Tidak membayar pajak
b.Tidak membela kedaulatan Indonesia
c.Tidak menjunjung tinggi negara
d.Tidak patuh terhadap hukum yang ada di Indonesia
e.Tidak ikut dalam pembangunan untuk membangun bangsa
2. Demokrasi ialah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bentuk pemerintahan politik yang
kekuasaannya berasal dari rakyat itu sendiri. Menurut konsep demokrasi,
kekuasaan mengartikan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat hanya sebgai
warga Negara.
Indonesia
telah melaksanakan demokrasi terbuka, otonomi daerah, dan kebebasan pers.
Namun, pencapaian penting ini dalam pelaksanaannya masih bermasalah karena
tujuan demokrasi belum tercapai. Pada satu sisi, demokrasi memberikan
ruang amat luas bagi kebebasan politik dan partisipasi politik warga, misalnya.
Akan tetapi, pada saat yang sama, kebebasan politik demokrasi yang berlangsung
cenderung kebablasan beriringan dengan lambatnya pengambilan keputusan, baik di
lingkungan eksekutif maupun legislatif. Akibatnya, program pembangunan tidak
dapat berjalan baik dan peningkatan kesejahteraan warga kian jauh.
Contoh kasus :
A. Pertama, Presiden
tidak cukup kuat untuk menjalankan kebijakannya.
Presiden
dipilih langsung oleh rakyat. Ini membuat posisi presiden presiden kuat dalam
ati sulit untuk digulingkan. Namun,
di parlemen tidak terdapat partai yang dominan, termasuk partai yang mengusung
pemerintah. Ditambah lagi peran lagislatif yang besar pasca reformasi ini dalam
menentukan banyak kebijakan presiden.
Dalam
memberhentikan menteri misalnya, presiden sulit untuk memberhentikan menteri
karena partai yang “mengutus” menteri tersebut akan menarik dukungannya dari
pemerintah dan tentunya akan semakin memperlemah pemerintah. Hal ini membuat
presiden sulit mengambil langkah kebijakannya dan mudah di-“setir” oleh partai.
B. Kedua, rendahnya
tingkat kesejahteraan masyarakat justru di tengah kebebasan demokrasi.
Tingkat
kesejahteraan menurun setelah reformasi, yang justru saat itulah dimulainya
kebebasan berekspresi, berpendapat, dll. Ini aneh mengingat sebenarnya tujuan
dari politik adalah kesejahteraan. Demokrasi atau sistem politik lainnya
hanyalah sebuah alat. Begitu pula dengan kebebasan dalam alam demokrasi,
hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan.
C. Ketiga, tidak
berjalannya fungsi partai politik.
Fungsi
partai politik paling tidak ada tiga: penyalur aspirasi rakyat, pemusatan
kepentingan-kepentingan yang sama, dan sarana pendidikan politik masyarakat.
Selama ini dapat dikatakan ketiganya tidak berjalan. Partai politik lebih mementingkan
kekuasaan daripada aspirasi rakyat.Fungsi partai politik sebagai pemusatan
kepentingan-kepentingan yang sama pun tidak berjalan mengingat tidak adanya
partai politik yang konsisten dengan ideologinya.
Partai
politik sebagai sarana pendidikan politik masyarakat lebih parah. Kita melihat
partai mengambil suara dari masyarakat bukan dengan pencerdasan terhadap visi,
program partai, atau kaderisasi. Melainkan dengan uang, artis, kaos, yang sama
sekali tidak mencerdaskan malah membodohi masyarakat.
D. Keempat,
ketidakstabilan kepemimpinan nasional.
Jika
kita cermati, semua pemimpin bangsa ini mualai dari Soekarno sampai Gus Dur,
tidak ada yang kepemimpinannya berakhir dengan bahagia. Semua berakhir tragis
alias diturunkan. Ini sebenarnya merupakan dampak dari tidak adanya pendidikan
politik bagi masyarakat. Budaya masyarakat Indonesia tentang pemimpinnya adalah
mengharapkan hadirnya “Ratu Adil” yang akan menyelesaikan semua masalah mereka.
Ini bodoh. Masyarakat tidak diajari bagaimana merasionalisasikan
harapan-harapan mereka. Mereka tidak diajarkan tentang proses dalam
merealisasikan harapan dan tujuan nasional.
Hal
ini diperburuk dengan sistem pemilihan pemimpin yang ada sekarang (setelah
otonomi), termasuk pemilihan kepala daerah yang menghabiskan biaya yang mahal.
Calon pemimpin yang berkualitas namun tidak berduit akan kalah populer dengan
calon yang tidak berkualitas namun memiliki uang yang cukup untuk kampanye
besar-besaran, memasang foto wajah mereka besar-besar di setiap perempatan.
Masyarakat yang tidak terdidik tidak dapat memilih pemimpin berdasarkan value.
E. Kelima, birokrasi yang
politis, KKN, dan berbelit-belit.
Birokrasi
semasa orde baru sangat politis. Setiap PNS itu Korpri dan wadah Korpri adalah
Golkar. Jadi sama saja dengan PNS itu Golkar. Ini berbahaya karena birokrasi
merupakan wilayah eksekusi kebijakan. Jika birokrasi tidak netral, maka jika
suatu saat partai lain yang memegang pucuk kebijakan, maka dia akan sulit dalam
menjalankan kebijakannya karena birokrasi yang seharusnya menjalankan kebijakan
tersebut memihak pada partai lain. Aknibatnya kebijakan tinggal kebijakan dan
tidak terlaksana. Leibih parahnya, ini dapat memicu reformasi birokrasi
besar-besaran setiap kali ada pergantian kepemimpinan dan tentunya ini bukanlah
hal yang baik untuk stabilitas pemerintahan. Maka seharusnya birokrasi itu
netral.
Banyak
sekali kasus KKN dalam birokrasi. Contoh kecil adalah pungli, suap, dll. Ini
menjadi bahaya laten karena menimbulkan ketidakpercayaan yang akut dari
masyarakat kepada pemerintah. Selain itu berdampak pula pada iklim investasi.
Investor tidak berminat untuk berinvestasi karena adanya kapitalisasi
birokrasi.
Hal
di atas mendorong pada birokrasi yang tidak rasional. Kinerja menjadi tidak
professional, urusan dipersulit, dsb. Prinsip yang digunakan adalah “jika bisa
dipersulit, buat apa dipermudah”.
F. Keenam, banyaknya
ancaman separatisme.
Misalnya
Aceh, Papua, RMS, dll. Ini merupakan dampak dari dianaktirikannya daerah-daerah
tersebut semasa orde baru, yang tentunya adalah kesalahan pemerintah dalam
“mengurus anak”. Tentunya ini membuat ketahanan nasional Indonesia menjadi
lemah, mudah diadu domba, terkurasnya energi bangsa ini, dan mudah dipengaruhi
kepentingan asing.
Harapan
:
Demokrasi Indonesia
masih perlu perbaikan lebih lanjut. Pertama, perbaikan pada i lembaga-lembaga
demokrasi, misalnya, dengan penciptaan keseimbangan kekuasaan lebih baik di
antara legislatif dengan eksekutif, dan bahkan yudikatif. Perbaikan
demokrasi itu sendiri hanya bisa berhasil dengan kepemimpinan integritas,
visioner, Kepemimpinan tanpa integritas, tidak kritis, lemah, dan koruptif
membuat demokrasi terlihat lemah dan dapat gagal mewujudkan janji-janjinya.
3.
Pemerintah
berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pembanguna
bidang fisik dan non fisik. Pembangunan bidang fisik meliputi:
1) Pembuatan Trotoar Jalan Utama
2) Pembuatan TPS (Tempat Pembuangan Sampah)
3) Pelengsengan Depan Sekolah
4) Penambahan Sarana dan Prasarana Belajar
5) Pengadaan Komputer
6) Pembuatan Tembok Keliling Lapangan Desa.
7) Bantuan Mesin Bajak Tanah
8) Bantuan Mesin Pompa Air
9) Pelengsengan Saluran Irigasi
Pembangunan
bidang non fisik meliputi:www.gunadarma.ac.id
1)
Bidang Sosial
2)
Bidang Ekonomi
3) Bidang Budaya
4) Bidang Ketertiban Desa
Dari
pelaksanaan program-program tersebut diatas tidak sepenuhnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan
masyarakat yang masih rendah, sehingga menghambat dari beberapa pelaksanaan
program yang telah dilakukan.
4.
Upaya
untuk mendukung program pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
·
Membayar
pajak dengan tepat waktu
·
Pemberdayaan
khusus masyarakat miskin produktif
·
Menciptakan
lapangan pekerjaan
·
Memberikan
sumbangan kepada masyarakat yang kurang mampu